Pemburu yang Terburu-buru : Menyiasati Keinginan Satu Hari Lebih Dari 24 Jam

Hillfrom Timotius
3 min readMay 12, 2021

--

Ilustrasi milik The Graphics Fairy

Kejatuhan manusia ke dalam dosa diprakarsai lewat ambisi dan ketidakpuasan yang merongrong. Bayangkan, diizinkan untuk menyantap apapun kecuali satu buah spesifik, sepasang nama yang dikenal di seluruh jagat, masih memilih untuk melanggar batas yang telah ditentukan oleh sang Ilahi. Merasa kurang, lupa merasa, pun meraba, hingga merasa terburu-buru perlu menuntut lebih. Sebuah ciri yang sejatinya sungguh manusia sekali, bawa saya sebagai perwakilannya. Dalam beberapa persimpangan hidup, meminta sebelum melihat yang dipunya kerap jadi jalan yang dipilih. Waktu jadi sahabat tua yang terlibat dalam perbincangan ini. Tak jemu-jemu menyapa telinga, keluhan dari diri sendiri dan kawan, “Ah, gue harap satu hari bisa lebih dari 24 jam.” Manusia memang makhluk Tuhan yang tak tahu untung.

Pertanyaan jadi melebar, mencoba menyusun probabilitas, belajar melihat kesalahan, dengan harapan apabila perlu merapal doa lain waktu, ada proposal permintaan yang lebih layak dibaca sang pencipta. Izinkan saya membocorkan jawaban atas pertanyaan nantinya di awal : Persoalan ini menggantungkan kejelasannya pada satu hal : Pengaturan waktu. Dinamika kota besar yang kilat jadi sasaran, kesibukan yang sejatinya disusun atas dasar kesadaran kini jadi amukan, waktu istirahat minim yang dipilih, malah jadi tuntutan. Syahdan, siasat perang harus dibahas. Setelah mencoba menganalisis kegiatan harian, bertanya pada beberapa kolega, dan mengumpulkan referensi, hal-hal dibawah ini bisa membuatmu urung mengeluh dan meminta lebih dari 24 jam untuk suatu hari :

  1. Bangun pagi. Acap kali, saat tubuh kalah dengan peluk hangat kasur, jam tidur menjadi imbasnya. Terbangun tatkala mentari telah mantap terpampang menjadi hasil. Pengaturan kegiatan menjadi berantakan, mundur dari jam yang seharusnya. Ketika hari berujung, pekerjaan hari itu pun belum mampu terselesaikan. Kemana larinya? Ditunda? Jadwal akan semakin porak-poranda.
  2. Menaruh tangan di banyak tempat pada waktu yang bersamaan. Iya, akan lebih baik apabila berfokus pada satu ulah dan tidak melakukan beberapa pekerjaan sekaligus. Kita mengenali dua atau lebih hal yang sebenarnya bisa dilakukan secara bersamaan, kendati demikian, ada pula yang tidak. Mengerjakannya bersamaan akan malah mengurangi kualitas dari masing-masing hasil. Tak jarang, akan perlu waktu tambahan untuk memperbaikinya, atau yang paling ekstrim, mengulang. Apa boleh buat? Justru keduanya pun tak selesai tepat waktu.
  3. Istirahat yang kurang. Aktivitas jangan sampai mengganggu waktu tidur. Itu adalah pakem yang tak boleh ditawar. Kurangnya istirahat punya pengaruh massive yang kerap dipandang sebelah mata. Hal ini jadi jembatan langsung yang menata tingkat produktivitas. Kurangnya istirahat membuat fokus menurun, pekerjaan tak jadi selesai tepat waktu, atapun jika selesai, menemui hasil yang jauh dari kata baik.
  4. Skeptis dan FOMO. Terlalu kepo dengan media sosial jelas jadi poin yang rasanya tak perlu lagi ditambahkan dalam tulisan ini. Semua tau hal ini buruk. Naasnya, semuanya masih melakukan hal ini. Ya, sejatinya tidak semua, penyamarataan ini hanya untuk menambah suasana dramatis dan sedikit racikan hiperbola. Tapi benar, kalau tidak ada kepentingan, menutup gawai dan tidak membuka sosial media bisa dijadikan pilihan. Akan lebih baik kalau ada waktu yang ditentukan sesederhana untuk membuka sosial media. Misal, hanya pada sore dan malam saja. Atau, pada malam saja. Atau, terserah kalian lah!
  5. Sampai kita pada penghujung acara, inti dari permasalahan ini bisa mengerucut di sini : Jangan terlalu khawatir dengan waktu. Terus menerus memeriksa jam tangan dengan dalih untuk mencari tahu sudah sampai mana kegiatan yang dilakukan justru malah mendatangkan kecemasan. Lucunya, tak jarang hal ini membuat aktivitas melambat.

Mengatur sejatinya bukan tindakan yang menyenangkan. Siapa yang suka diatur-atur, apalagi oleh pasangan yang posesif. Namun kadang, kalau alasan-alasan perihal waktu yang dirasa tak cukup telah menghampiri, mencoba mengaturnya diyakini sebagai sebuah tindakan yang solutif. Ah iya, sebuah tips dari seorang kawan : Selesaikan segala pekerjaanmu pada hari itu, jangan menundanya sampai besok, hari esok punya kesulitannya sendiri!

--

--

No responses yet